Wednesday, November 10, 2010

Hatta dan Kultus

"Kultus, demikian kata Mohammad Hatta, membuat daya kritis dan kewarasan kita hilang".

Karena ingin tetap waras, Mohammad Hatta mengirim surat perpisahan pada sahabatnya, Bung Karno Sang Putra Fajar. Setelah Bung Karno ditahbiskan jadi Presiden seumur hidup dengan seabrek gelar-gelar pengkultusan, dan itu diterima dengan welcome oleh Bung Karno, maka saat itu juga Hatta merasa perlu untuk mengambil jarak dari sahabat-nya itu, tanpa konfrontasi, tanpa menyakiti dan dengan elegan. Bacalah Memoir Bung Hatta, didalamnya tergambar bagaimana Hatta ingin mengatakan bahwa rakyat Indonesia akan menjadi rakyat tidak waras, bila sang pemimpin merasa nyaman kala dikultuskan, karena baginya, pemimpin bukan dijunjung setinggi langit tanpa cacat-cela. Pemimpin bagi putra Batuhampar ini ibarat filosofi Minangkabau, (hanya) ditinggikan seranting, didahulukan selangkah. Ada perhitungan, ada batas dan ada penghormatan yang rasional dan normal.